Kesaksian tersebut disampaikan salah satu peserta diskusi:
Harya Sudirja. Menurut mantan Menteri Pengairan Dasar zaman Orde Lama ini, hal
itu disampaikan oleh Letjen Achmad Yani secara pribadi pada dirinya dalam
perjalanan menuju Istana Bogor tanggal 11 September 1965.
Putra-putri Achmad Yani kemudian menjelaskan, kabar baik itu sudah diketahui
pihak keluarga 2 (dua) bulan sebelum meletusnya peristiwa berdarah G-30S/PKI.
"Waktu itu ketika pulang dari rapat dengan Bung Karno beserta para
petinggi negara, Bapak cerita sama ibu bahwa kelak bakal jadi presiden",
kenang Yuni Yani, putri keenam Achmad Yani. "Setelah cerita sama ibu, esok
harinya sepulang main golf, Bapak juga menceritakan itu kepada kami
putra-putrinya. Sambil tertawa, kami bertanya, "Benar nih Pak?" Jawab
Bapak
ketika itu, "Ya", ucapnya. Menurut Yuni, berita baik itu juga mereka
dengar dari ajudan Bapak yang mengatakan Bapak bakal jadi presiden. Makanya
ajudan menyarankan supaya siap-siap pindah ke Istana.
Sedangkan menurut Elina Yani (putri keempat), saat kakaknya Amelia Yani
menyusun buku tentang Bapak, mereka menemui Letjen Sarwo Edhie Wibowo sebagai
salah satu nara sumber. "Waktu itu, Pak Sarwo cerita bahwa Bapak dulu
diminta Bung Karno menjadi presiden bila kesehatan Proklamator itu tidak juga
membaik. Permintaan itu disampaikan Bung Karno dalam rapat petinggi negara. Di
situ antara lain, ada Soebandrio, Chaerul Saleh dan AH Nasution", katanya.
"Bung Karno bilang, Yani kalau kesehatan saya belum membaik kamu yang jadi
Presiden", kata Sarwo Edhie seperti ditirukan Elina.
Pada prinsipnya, tambah Yuni pihak keluarga senang mendengar berita Bapak bakal
jadi Presiden. Namun ibunya (Alm.Nyonya Yayuk Ruliah A.Yani) usai makan malam
membuat ramalan bahwa kalau Bapak tidak jadi presiden, bisa dibunuh.
"Ternyata ramalan ibu benar. Belum sempat menjadi presiden menggantikan
Bung Karno,Bapak dibunuh secara kejam dengan disaksikan adik-adik kami. Untung
dan Eddy. "Kalau Bapakmu tidak jadi presiden, ya nangendi (bahasa Jawa
artinya :kemana) bisa dibunuh", kata Nyonya Yani seperti ditirukan Yuni.
Lalu siapa pembunuhnya ?
Menurut Yuni, Ibu dulu mencurigai dalang pembunuhan ayahnya adalah petinggi
militer yang membenci Achmad Yani. Dan yang dicurigai adalah Soeharto. Mengapa
Soeharto membenci A.Yani ? Yuni mengatakan,sewaktu Soeharto menjual pentil dan
ban yang menangkap adalah Bapaknya. "Bapak memang tidak suka militer
berdagang.Tindakan Bapak ini tentunya menyinggung perasaan Soeharto".
"Selain itu, usia Bapak juga lebih muda, sedangkan jabatannya lebih tinggi
dari Soeharto", katanya. Sedangkan Rully Yani (putri sulung) yakin
pembunuh Bapaknya adalah prajurit yang disuruh oleh atasannya."Siapa
orangnya, ini yang perlu dicari", katanya.Mungkin juga, lanjutnya,
orang-orang yang tidak suka terhadap sikap Bapak yang menentang upaya
mempersenjatai buruh, nelayan dan petani. "Bapak dulu kan tidak suka
rakyat dipersenjatai. Yang bisa dipersenjatai adalah militer saja",
katanya. Menurut dia, penjelasan mantan tahanan politik G-30S/PKI Abdul Latief
bahwa Soeharto dalang G-30S/PKI sudah bisa menjadi dasar untuk melakukan
penelitian oleh pihak yang berwajib. "Ini penting demi lurusnya sejarah.
Dan kamipun merasa puas kalau sudah tahu dalang pembunuhan ayah kami",
katanya.
Dia berharap, kepada semua pelaku sejarah yang masih hidup bersaksilah supaya
masalah itu bisa selesai dengan cepat dan tidak menjadi tanda tanya besar bagi
generasi muda bangsa ini.
Kesaksian istri dan putra-putri A.Yani bahwa Bapaknyalah yang ditunjuk Bung
Karno untuk jadi Presiden kedua menggantikan dirinya, dibenarkan oleh mantan
Asisten Bidang Operasi KOTI (Komando Operasi Tertinggi), Marsekal Madya (Purn)
Sri Mulyono Herlambang dan ajudan A.Yani, Kolonel (Purn) Subardi.
Apa yang diucapkan putra-putri Jenderal A.Yani itu benar. Dikalangan petinggi
militer informasi tersebut sudah santer dibicarakan. Apalagi hubungan Bung
Karno dan A.Yani sangat dekat, ujar Herlambang. Baik Herlambang maupun Subardi
menyebutkan, walaupun tidak terdengar langsung pernyataan Bung Karno bahwa dia
memilih A.Yani sebagai Presiden kedua jika ia sakit, namun keduanya percaya
akan berita itu.
"Hubungan Bung Karno dengan A.Yani akrab dan Yani memang terkenal cerdas,
hingga wajar jika kemudian ditunjuk presiden",kata Herlambang.
"Hubungan saya dengan A.Yani sangat dekat, hingga saya tahu betapa
dekatnya hubungan Bung Karno dengan A.Yani", ujar Herlambang yang saat ini
sedang menyusun buku putih
peristiwa G-30S/PKI.
Menyinggung tentang kecurigaan Yayuk Ruliah A.Yani (istri A.Yani), bahwa dalang
pembunuh suaminya adalah Soeharto, Herlambang mengatakan bisa jadi seperti itu.
Pasalnya 2 (dua) bulan sebelum peristiwa berdarah PKI, Bung Karno sudah
menunjuk A.Yani sebagai penggantinya.
Tentu saja hal ini membuat iri orang yang berambisi jadi presiden.Waktu itu
peran CIA memang dicurigai ada, apalagi AS tidak menyukai Bung Karno karena
terlalu vokal. Sedangkan Yani merupakan orang dekat Bung Karno. Ditambahkan
Herlambang, hubungan A.Yani dengan Soeharto saat itu kurang harmonis. Soeharto
memang benci pada A.Yani. Ini gara-gara Yani menangkap Soeharto dalam kasus
penjualan pentil dan ban. Selain itu Soeharto juga merasa iri karena usia Yani
lebih muda, sementara jabatannya lebih tinggi.
Terlebih saat A.Yani menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Bung Karno
meningkatkan status KASAD menjadi Panglima Angkatan Darat. "Dan waktu itu
A.Yani bisa melakukan apa saja atas petunjuk Panglima Tertinggi Soekarno, tentu
saja hal ini membuat Soeharto iri pada A.Yani. Dijelaskan juga, sebenarnya
mantan presiden Orde Baru itu tidak hanya membenci A.Yani,tapi semua Jenderal
Pahlawan Revolusi. D.I.Panjaitan dibenci Soeharto gara-gara persoalan pengadaan
barang dan juga berkaitan dengan penjualan pentil dan ban. Sedangkan
kebenciannya terhadap MT. Haryono berkaitan dengan hasil sekolah di SESKOAD.
Disitu Soeharto ingin dijagokan tapi MT.Haryono tidak setuju. Terhadap Sutoyo,
gara-gara ia sebagai Oditur dipersiapkan untuk mengadili Soeharto dalam kasus
penjualan pentil dan ban itu.
Menurut Subardi, ketahuan sekali dari raut wajah Soeharto kalau dia tidak
menyukai A.Yani. Secara tidak langsung istri A.Yani mencurigai Soeharto.
Dicontohkan, sebuah film Amerika yang ceritanya AD disuatu negara yang begitu
dipercaya pemerintah, ternyata sebagai dalang kudeta terhadap pemerintahan itu.
Caranya dengan meminjam tangan orang lain dan akhirnya pimpinan AD itulah yang
menjadi presiden. "Peristiwa G-30S/PKI hampir sama dengan cerita film
itu", kata Nyonya Yani seperti ditirukan Subardi.