Apakah YESUS itu ALLAH?
Pernahkah anda bertemu dengan seseorang, yang punya magnet
personal begitu besar,
sehingga dia selalu jadi pusat perhatian?
Mungkin karena kepribadiannya atau kepintarannya - tapi ada sesuatu dari dia
yang mempesona. Itulah yang terjadi dua ribu tahun lalu terhadap Yesus Kristus.
Keagungan Yesus Kristus sangat jelas bagi mereka yang melihat dan
mendengarNya. Tapi, ketika sebagian besar orang
besar pelan-pelan hilang dalam buku-buku sejarah, Yesus dari Nazareth tetap
jadi fokus kontroversi di banyak buku dan media. Dan sebagian besar kontroversi
berada disekitar klaim radikal Yesus mengenai diriNya sendiri. Sebagai tukang
kayu dari sebuah desa di Galilea (Israel), Yesus, mengklaim drinya, jika benar,
memberi implikasi besar terhadap hidup kita. Menurut Yesus, anda dan saya
istimewa, bagian dari rencana besar kosmis dan Dia adalah pusat dari semuanya.
Klaim ini dan yang lain semacamnya mengagetkan mereka yang mendengarnya.
Terutama karena klaim, yang membuat marah, Yesuslah yang
menyebabkan Dia dipandang sebagai pengacau oleh penguasa Romawi dan Yahudi.
Kendati Dia adalah orang luar yang tidak punya kredensial atau basis politik,
dalam waktu tiga tahun, Yesus mengubah dunia selama 20 abad terakhir ini.
Pemimpin moral dan agama lain meninggalkan dampak --- tapi tidak seperti tukang
kayu yang tidak dikenal dari Nazareth. Ada apa tentang Yasus Kristus yang
membuatnya berbeda? Apakah dia hanya seorang besar, atau sesuatu yang lebih? Pertanyaan-pertannyaan
ini masuk ke inti siapa Yesus sebenarnya. Ada yang percaya dia hanyalah guru
moral yang besar, yang lain percaya dia hanyalah pemimpin dari agama terbesar
dunia. Namun banyak yang percaya lebih jauh lagi. Orang Kristen percaya Allah telah
melawat kita dalam bentuk manusia. Dan mereka percaya ada bukti-bukti yang
mendukungnya. jadi, Siapa sebenarnya Yesus? Mari kita lihat lebih dekat. Ketika
kita melihat lebih dalam dari pribadi yang paling kontroversial di dunia, kita
mulai bertanya apa mungkin Yesus hanyalah seorang guru moral yang besar? Guru
Moral Yang Besar? Hampir semua ahli mengakui Yesus adalah guru moral yang
besar. Pada kenyataannya, kedalaman tajamNya dalam moralitas kemanusiaan adalah
sebuah pencapaian yang juga diakui oleh agama-agama lain. Dalam bukunya, Jesus
of Nazareth, pakar Yahudi, Joseph Klausner menulis, "Secara universal
diakui .... Kristus mengajarkan etika yang paling murni dan sempurna... yang
melempar semua persepsi dan pepatah dari manusia paling bijak di jaman kuno
jauh kedalam bayangan.
"[1] Khotbah Yesus di atas bukit telah disebut sebagai
pengajaran paling unggul etika manusia yang pernah diutarakan oleh seorang
individu. Pada kenyatannya aka yang sekarang kita kenali sebagai
"persamaan hak" adalah hasil dari pengajaran Yesus. Sejarahwan Will
Durant
menyatakan jika Yesus hidup dan memperjuangkan persamaan hak di
era modern Dia akan langsung dikirim ke Siberia. "Dia yang terbesar
diantara kamu, adalah dia yang melayani kami" ini telah membalikkan
semua kebijaksanaan politik, yang sudah wajar.
[2] Sebagian orang mencoba memisahkan pengajaran etika Yesus dari
klamNya tentang diriNya, dan percaya Dia hanyalah manusia biasa yang besar dan
mengajarkan prinsip - prinsip moral luhur (mulia). Inilah pendekatan yang
diambil dari salah satu bapa pendiri Amerika. Presiden Thomas Jefferson,
rasionalis yang tercerahkan, duduk di Gedung Putih dengan dua kopi identik
Perjanjian Baru, sebuah silet dan kertas. Sepanjang beberapa malam, dia
menggunting dan menempelkan kitab sucinya, yang tipis dan disebutnya "Filsafat
Yesus dari Nazareth". Setelah memotong semua ayat/kalimat yang menyebutkan
(menyiratkan) Ke-Tuhan-an Yesus, Jefferson mempunyai Yesus yang tidak lebih dan
tidak kurang daripada sebuah panduan etika yang baik.
[3] Ironisnya, kata-kata Jefferson, yang dikenang, di Deklarasi
Kemerdekaan berakar pada pengajaran Yesus bahwa setiap orang sangat berharga
dan penting bagi Allah, terlepas dari jenis kelamin, ras, atau status sosial.
Dokumen terkenal itu menambahkan, "Kami pegang teguh kebenaran yang telah
membuktikan dirinya sendiri, bahwa semua manusia diciptakan setara, bahwa
mereka diperlengkapi oleh Penciptanya dengan hak-hak azasi. Tapi Jefferson
tidak pernah bertanya, bagaimana Yesus bisa jadi pemimpin moralitas besar jika
Dia berbohong tentang Dia adalah Allah? Jadi mungkin Dia tidak benar-benar
bermoral, tapi motifnya adalah memulai sebuah agama besar. Mari kita lihat jika
itulah penjelasan tentang kebesaran Yesus.
Pemimpin Besar Agama?
Apakah Yesus pantas disebut sebagai
"pemimpin besar agama"? Kejutannya, Yesus tidak pernah mengklaim
diriNya sebagai pemimpin agama. Dia tidak pernah masuk dalam perpolitikan agama
atau didorong oleh agenda ambisius dan Dia melayani (berkotbah) diluar kerangka
kelembagaan agama. Ketika membandingkan Yesus dengan pemimpin besar agama lain,
perbedaan besar muncul.
Ravi Zacharias, yang besar dalam budaya Hindu, mempelajari agama-agama dunia dan
mengamati perbedaan fundamental antara pendiri agama lain dengan Yesus Kristus.
"Apapun yang kita buat terhadap klaim mereka, satu realitas tidak akan
terlewatkan. Mereka adalah guru-guru yang menunjuk pengajaran atau
memperlihatkan jalan tertentu. Dari semua, muncul perintah-perintah, cara
hidup. Bukanlah Zoroaster yang jadi panutan; Zoroaster yang anda dengarkan.
Bukan Buddha yang membebaskan anda; Kebebarannya yang Agung yang memerintahkan
anda. Bukan Muhammad yang mengubah anda; keindahan Quran yang menarik anda.
Kontrasnya, Yesus tidak hanya mengajar atau menjelaskan pesan-pesanNya. Dia
identik dengan pesanNya."[40 Kebenaran Zacharias diperjelas dengan
beberapa kali di Injil pesan pengajaran Yesus hanyalan "Datang kepada
Ku" atau "Ikut Aku" atau "Patuhi Aku". Juga, Yesus
menegaskan bahwa misi utamanya adalah untuk mengampuni dosa, sesuatu yang hanya
bisa dilakukan oleh Allah.
Tidak ada pemimpin agama besar yang pernah mengklaim berkuasa
mengampuni dosa. Tapi bukan klaim itu saja yang memisahkan Yesus dari yang
lain. Dalam The World’s Great Religions, Huston Smith mengamati, "Hanya
dua orang yang sangat mengejutkan orang pada jamannya sehingga pertanyaan yang
ditujukan kepadanya bukanlah "Siapa dia?" tapi ‘Dia itu apa?’ Mereka
adalah Yesus dan Buddha. Jawaban keduanya atas pertanyaan ini bertentangan.
Buddha dengan tegas menyatakan dia hanyalah seorang manusia bukan allah – 3 -
seakan-akan dia bisa memperkirakan belakangan ada upaya untuk memujanya. Yesus,
disisi lain, mengklaim.... Dia itu Tuhan.”[5] Apakah Yesus Mengklaim Dirinya
Adalah Allah? Sudah jelas, sejak awal gereja, Yesus dipanggil Tuhan dan
dipandang oleh orang Kristen sebagai Allah. Namun tetap saja Ke-Tuhan-an Yesus
terus jadi perdebatan besar. Jadi pertanyaan adalah : Apakah Yesus mengklaim
diriNya adalah Allah (Pencipta), atau semacam mahluk mulia yang diciptakan atau
diasumsikan oleh para penulis Perjanjian Baru? (Lihak “Apa Yesus Mengklaim
diriNya adalah Allah”) Beberapa ahli percaya Yesus adalah guru yang sangat
berkuasa dan mempunyai kepribadian yang mendorong murid-murudNya berasumsi Dia
adalah Allah. Atau mereka hanya ingin untuk berpikir Dia adalah Allah, John
Dominic Crossan dan Seminar Yesus (kelompok
pakar, yang skeptis, dengan prasangka menolak mujizat) adalah
sebagian orang yang percaya Yesus didefenisikan salah. Kendati buku seperti The
Da Vinci Code berpendapat Ke-Tuhan-an Yesus adalah doktrin gereja saja,
bukti-bukti memperlihatkan sebaliknya (Lihat “Apa ada Konspirasi Da Vinci ?”). Sebagian
besar orang Kristen yang menerima Injil, yang bisa dipercaya, menekankan Yesus memang
mengklaim diriNya sebagai Tuhan (Allah). Dan kepercayaan ini bisa ditelusuri
kebelakang sampai pada pengikut Yesus di awalnya (langsung). Tapi
ada juga mereka yang menerima Yesus sebagai guru agung, tapi tidak bersedia menyebutNya
sebagai Allah. Thomas Jefferson tidak mempersoalkan untuk menerima pengajaran
Yesus atas moral dan etika tapi menolak Ke-Tuhan-anNya.[6] Tapi seperti kami
sudah katakan, dan akan dijelaskan kemudian, jika Yesus bukanglah seperti yang diklaimNya,
maka kita harus mencari alternatif lain, yang tidak satupun akan membuat Dia jadi
guru agung moral. Bahkan membaca sekilas Injil akan mengungkapkan bahwa Yesus
mengklaim lebih dari nabi seperti Musa atau Daniel. Tapi sifat dasar
klaim-klaim itu jadi perhatian kita. Dua pertanyaan perlu diperhatikan.
• Apakah Yesus mengklaim diriNya adalah Allah?
• Ketika Dia katakan "Allah",
apakah Yesus benar-benar memaksudkannya Dia
adalah Pencipta alam semesta seperti yang
disebut oleh Kitab Suci Yahudi. Untuk menjawab kedua pertanyaan itu, kita perlu
mempertimbangkan kata-kata Yesus di
Matius 28:18, "KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga
dan di bumi." Apa yang dimaksudkan dengan Yesus telah
"diberikan" kuasa? Sebelum menjadi manusia, kita diberitahu bahwa Dia
bersama-sama dengan Bapa, dan sebagai Allah, Dia punya semua kuasa. Namun
Filipi 2:6-11 menceritakan kepada kita kendati Yesus telah ada dalam bentuk
Allah, Dia "melepaskan" kekuasaan Allah untuk lahir jadi manusia.
Namun bagian surat itu juga menyatakan kepada kita bahwa setelah kebangkitan,
Yesus dipulihkan lagi dalam kemulianNya semula dan satu hari nanti "setiap
lutut akan bertelut kepadaNya dan menyebut Tuhan." Jadi, apa
yang dimaksud Yesus ketika dia mengklaim memiliki seluruh kuasa di sorga dan di
bumi? Kekuasaan merupakan istilah yang dikenal baik di Israel, yang dijajah
Romawi kala itu. Pada saat itu, Kaisar adalah kekuasaan tertinggi diseluruh
Romawi. Keputusannya bias langsung mengirim pasukan untuk berperang, menghukum
penjahat, dan menetapkan hokum 4 dan peraturan pemerintah. Pada kenyataannya,
kekuasaan Kaisar begitu besar sehingga dia sendiri mengklaim dirinya sama
dengan Tuhan. Jadi, hal paling kecil kemungkinannya adalah Yesus mengklaim
punya otoritas sama dengan Kaisar. Tapi Dia tidak hanya mengatakan Dia punya
kekuasaan lebih dari para pemimpin Yahudi atau penguasa Romawi; Yesus mengklaim
memiliki otoritas (kuasa) tertinggi di alam semesta. Bagi mereka yang mendengarNya,
itu berarti Dia adalah Allah. Bukan salah satu allah --- tapi ALLAH. Baik perkataan
dan tindakan menegaskan fakta bahwa mereka benar-benar percaya Yesus adalah Allah.
(Lihat "Apakah Para Rasul Percaya Yesus adalah Allah? ") Apakah Yesus
Mengklaim Sebagai Pencipta? Tapi mungkin Yesus hanya merefleksikan otoritas Allah
dan tidak menyatakan bahwa Dia adalah Pencipta. Pertama dibaca sekilas
kelihatannya tidak meyakinkan. Namun klaim Yesus
memiliki seluruh kuasa akan masuk akal jika Dia adalah Pencipta
alam semesta. Kata
"seluruh" berarti segala sesuatu
termasuk penciptaan itu sendiri. Ketika kita menggali lebih dalam kata-kata
Yesus sendiri, sebuah pola mulai muncul. Yesus membuat penegasan tentang
diriNya, jika benar, tidak salah lagi merujuk pada Ke-Tuhan-anNya. Inilah sebagian
pernyatan yang dicatat oleh para saksi mata.
• "Akulah kebangkitan dan hidup" (Yohanes 11:25)
• “Akulah terang dunia.” (Yohanes 8:12)
• “Aku dan Bapa adalah satu.” (Yohanes
10:30)
• “Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama
dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir. ” (Wahyu 22:13).”
• “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.” (Yohanes 14:6)
• “Tidak ada seorangpun yang datang kepada
Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6)
• “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.” (Yohanes
14:9)
Sekali lagi, kita harus kembali kepada konteks. Dalam Kitab Suci
Yahudi, ketika Musa bertanya kepada Allah namaNya didepan semak yang berapi,
Allah menjawab, "AKU". Dia mengatakan kepada Musa bahwa Dia adalah
satu-satunya Pencipta, abadi dan ada disemua tempat. Sejak jaman Musa, tidak
ada satupun orang Yahudi yang berani menyebut dirinya atau orang lain dengan
sebutan "AKU". Karena itu, klaim Yesus sebagai "AKU"
langsung membuat para pemimpin Yahudi sangat marah. Satu kali, contohnya,
beberapa pemimpin Yahudi menjelaskan kepada Yesus kenapa mereka mencoba
membunuhNya, "karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun
hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah." (Yohanes
10:33). Tapi pada pokoknya bukan hanya kalimat-kalimat itu yang membuat para
pemimpin agama marah. Poinnya adalah mereka tahu persis apa yang Dia katakan
---Dia mengklaim diriNya sebagai Allah, Pencipta alam semesta. Hanya dengan
klaim ini membawa pada tuduhan penghujatan. Membaca teks klaim Yesus bahwa Dia
adalah Allah sudah sangat jelas, bukan hanya oleh kalimatNya, tapi juga oleh
reaksi mereka yang mendengarnya.
Allah Seperti Apa?
Ide bahwa kita semua bagian dari Allah, dan didalam kita ada bibit
ke-Tuhan-an, tidaklah bisa diterapkan bagi kata-kata dan tindakan Yesus.
Pemikiran semacam itu berasal dari kaum revisionis, asing bagi pengajaranNya,
asing bagi keyakinan yang dikatakanNya, dan asing bagi para muridNya yang
mengerti pengajaranNya. Yesus mengajarkan Dia adalah Allah 5 seperti yang
dipahami orang Yahudi tentang Allah dan sama dengan Kitab Suci Yahudi digambarkan
atas Allah, bukan seperti gerakan Abad Baru pahami mengenai Allah. Yesus maupun
para pendengarnya tidak pernah tahu tentang Star Wars, sehingga jika mereka berbicara
tentang Allah, mereka tidak membicarakan kekuatan kosmis. Hanya akan jadi sejarah
yang jelek untuk meredefenisi ulang apa yang dimaksud Yesus akan konsep Allah.
Tapi jika Yesus bukan Allah, apakah kita bisa tetap menyebutNya sebagai guru
agung moral? C. S. Lewis berargumen, ”Saya disini mencoba mencegah siapapun
menyatakan hal bodoh yang sering dikatakan orang mengenai diriNya: 'saya siap
menerima Yesus sebagai
guru agung moral, tetapi saya tidak menerima klaimnya sebagai
Allah.' Hal ini tidak boleh dikatakan."[7] Dalam pencarian akan kebenaran,
Lewis tahu bahwa dia tidak bisa mengambil dua jalan itu berkaitan dengan
identitas Yesus. Benar klaim Yesus bahwa Dia adalah Allah dalam daging atau
klaimNya salah. Dan jika salah, Yesus bukanlah guru agung moral. Dia bisa
dengan sengaja berbohong atau Dia hanyalah orang gila, yang menganggap diriNya
Allah.
Apakah Yesus Pembohong?
Salah satu buku politik paling terkenal
dan berpengaruh ditulis oleh Noccolo Machiavelli 1532. Dalam buku klasik, The Prince, Machiavelli menjelaskan
untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, sukses, dan efesiensi adalah
melampaui kesetiaan, iman, dan kejujuran. Menurut Machiavelli,
berbohong itu bagus jika untuk mencapai tujuan politik. Mungkinkah Yesus
Kristus membangun seluruh pelayananNya berdasarkan kebohongan untuk memperoleh
kekuasaan, kemashuran, atau keberhasilan? Faktanya, orang Yahudi, musuh Yesus,
secara konstan berusaha memperlihatkan Dia sebagai pembohong dan penipu. Mereka
akan menyerang Dia dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menjebakNya dan membuat
Dia berkontradisksi dengan diriNya sendiri. Namun Yesus selalu menjawab dengan
konsistensi yang mengagumkan. Pertanyaan yang harus kita hadapi adalah, apa
mungkin motivasi Yesus hidup seperti hidupNya adalah kebohongan? Dia mengajar
Allah menentang kebohongan dan kemunafikan, jadi Dia tidak akan melakukan itu
untuk menyenangkan BapaNya. Dia pasti tidak berbohong demi keuntungan para pengikutNya.
(Seluruh murid kecuali satu orang mati terbunuh jadi martir.) Akhirnya kita
tinggal punya dua kemungkinan penjelasan, yang punya
problemnya sendiri, Keuntungan.
Banyak orang berbohong untuk memperoleh keuntungan pribadi. Faktanya,
kebanyakan bohong dimotivasi oleh keuntungan pribadi. Apa yang Yesus harapkan
dari berbohong atas identitasNya? Kekuasaan jadi jawaban paling mudah
diperoleh. Jika rakyat percaya Dia adalah Allah, Dia bisa punya kekuasaan luar
biasa besar. (Itulah sebab banyak pemimpin jaman dulu, seperti Kaisar,
mengklaim punya asal usul ilahi). Jawaban atas perjelasan ini adalah Yesus
menolak semua upaya untuk mendudukkanNya sebagai penguasa, lebih suka mengecam
mereka yang menyalah-gunakan kekuasaan dan hidup untuk mengejar kekuasaan. Dia
juga memilih untuk menjangkau orang yang terbuang (pelacur dan penderita
lepra), mereka yang tidak punya kekuasaan, menciptakan jaringan dari
orang-orang yang pengaruhnya kurang dari nol. Bisa digambarkan
sebagai aneh, semua yang Yesus lakukan dan katakan bergerak menjauhi kekuasaan.
6 Kelihatannya, jika kekuasaan jadi motivasi Yesus, Dia akan
menghindari salib dengan segala cara. Namun, dalam beberapa kesempatan, Dia
mengatakan kepada para muridNya bahwa salib adalah tujuan dan misinya.
Bagaimana kematian di salib Romawi bisa memberikan kekuasaan kepada orang itu?
Kematian, tentu saja, membawa segalanya memasuki fokus yang tepat.
Banyak orang martir mati karena perjuangan yang mereka percayai, tapi hanya
sedikit orang mau mati untuk kebohongan yang sudah diketahui. Tentunya seluruh
harapan Yesus untuk memperoleh keuntungan pribadi akan lenyap di kayu salib.
Tapi, sampai pada napas terakhirnya, Dia tidak pernah mencabut klaimNya sebagai
Anak Allah. Yesus menggunakan istilah "Anak Manusia" dan "Anak
Allah" untuk mengidentifikasi sifat dasar sebagai manusia dan Allah. (Lihat
“Apakah Yesus Mengklaim diriNya adalah Allah?”). Warisan Jadi jika Yesus
berbohong bukan untuk keuntungan pribadi, mungkin klaim radikalnya dipalsukan
untuk meninggalkan sebuah warisan. Tapi prospek dipukuli hancur-hancuran dan dipaku
di salib dengan cepat akan menyurutkan siapapun, yang paling antusias, untuk
jadi bintang super masa depan.
Ada fakta lain, yang sering timbul. Jika Yesus mencabut saja klaim
sebagai Anak Allah, Dia tidak akan di salib (hukum). Karena klaimNya sebagai
Allah dan ketidak-sediaan untuk mencabutnya, yang membawanya ke salib. Jika
meneliti reputasi kredibilitas dan historis mengenai apa yang memotivasi Yesus
untuk berbohong, seseorang harus menjelaskan bagaimana seorang tukang kayu dari
desa miskin Yudea bisa mengantisipasi kejadian-kejadian yang akan mengangkat
namanya jadi terkemuka di dunia. Bagaimana Dia tahu pesan-pesanNya akan
bertahan (ada terus sampai sekarang)? Murid-murid Yesus sudah lari dan Patrus
menyangkal Dia. Ini semua bukanlah sebuah formula untuk menanamkan warisan
religius. Apakah para sejarahwan percaya Yesus berbohong? Para ahli telah
menyidik kalimat-kalimat Yesus dan kehidupanNya untuk melihat apakah ada bukti
kejanggalan pada karakter moralNya. Pada kenyataannya, bahkan yang paling
skeptispun kaget oleh kemurnian moral dan etika Yesus. Salah satu, skeptis dan
antagonis, John Stuart Mill (1806 - 73), filsuf. Mill menulis mengenai Yesus, "Tentang
kehidupan dan perkataan Yesus ada tanda orsinilitas personal dikombinasikan
dengan kedalaman pengertian di tingkat pertama manusia yang jenius tertinggi
yang spesies kita bisa utarakan. Pada saat jenius terbesar (terhebat tak ada
yang melebihi) dikombinasi dengan kualitas yang mungkin reformer moral terbesar
dan martir untuk misinya itu yang pernah hidup di bumi, agama tidak bias dikatakan
melakukan pilihan salah dalam memilih orang ini sebagai wakil ideal dan panduan
bagi kemanusiaan.”[8]
Menurut sejarahwan Philip Schaff, tidak ada bukti, dalam sejarah
gereja atau sekuler, yang mencatat Yesus berbohong atas apapun. Schaff
berargumen, Bagaimana, atas nama logika, masuk akal, dan pengalaman, seorang
penipu, egois, telah menciptakan dan secara konsisten dari mulai sampai akhir,
dikenal sebagai karakter paling mulia dan murni dalam sejarah dengan aroma
kebenaran sempurna dan realitas?"[9]7
Untuk tetap pada pilihan kebohongan, tampak seperti berenang
melawan arus atas apa yang diajarkan, dihidupi sampai mati, oleh Yesus. Bagi
sebagian besar ahli, itu tidak masuk akal. Kendati begitu, untuk menolak klaim
Yesus, seseorang harus mengajukan penjelasan. Dan jika klaim Yesus tidak benar
dan Dia tidak berbohong, satu-satunya pilihan tersisa adalah Dia membohongi
diriNya sendiri.
Apa Yesus Gila?
Albert Schweitzer, penerima Nobel Prize
1952, karena upaya-upaya kemanusiannya, punya pandangan sendiri tentang Yesus.
Schweitzer menyimpulkan bahwa kegilaan ada dibelakang klaim Yesus bahwa Dia
adalah Allah. Dalam kata lain, Yesus salah atas klaimNya tapi tidak secara
sengaja berbohong. Menurut teori ini, Yesus disesatkan sedemikian rupa hingga
Dia percaya Dialah Mesias. C. S. Lewis mempertimbangkan pilihan ini dengan
hati-hati. Lewis mendeduktif klaim Yesus
--- seakan-akan tidak benar. Dia mengatakan seseorang yang
mengklaim sebagai Allah tidak mungkin jadi guru agung moralitas. "Dia
orang gila --- ditingkatan orang yang mengaku dia adalah telur rebus --- atau
dia bisa saja Setan dari Neraka."[10]
Bahkan mereka yang paling skeptis terhadap KeKristenan sangat
jarang mempertanyakan kesadaran Yesus. Reformis sosial William Channing
(1780–1842), mengaku bukan orang Kristen, melakukan pengamatan terhadap
Yesus,"Tuduhan secara berlebihan, secara antusias membohongi-diri adalah
yang paling akhir bisa dikatakan tentang Yesus." Dimana kita bias temukan
jejak itu dalam sejarah? Apakah kita bisa mendeteksinya dalam pemikiranNya? persepsiNya[11]
Meski kehidupannya dipenuhi oleh imoralitas dan skeptisme personal, filsuf
terkemuka Perancis, Jean-Jacques Rousseau (1712 -78) mengakui superioritas
karakter dan pemikiran Yesus. “Ketika Plato menggambarkan manusia kebenaran,
imajinasinya, dipenuhi oleh
hukuman akan kesalahan, tetapi tetap berhak atas ganjaran
keutamaan (kebijaksanaan)
tertinggi, dia dengan tepat menggambarkan
karakter Kristus. … Pemikiran yang luar biasa. Ya, jika kehidupan dan kematian
Socrates adalah filsuf, kehidupan dan kematian Yesus Kristus adalah Allah.”[12]
Schaff melontarkan pertanyaan yang harus kita tanyakan kepada diri kita
sendiri, " Apa ada kepintaran pada tingkat itu --- sepenuhnya sehat dan
bersemangat, selalu siap dan selalu percaya diri --- menyerahkan diri secara
radikal dan sangat serius kepada khayalan berkaitan dengan karakter dan misinya
sendiri?[13] Jadi, apakah Yesus seorang pembohong, gila, atau Dia adalah Anak
Allah? Dapatkah Jefferson benar ketika menjuluki Yesus "hanya guru moral
yang bagus" dan pada saat yang sama menolak Ke-Tuhan-anNya? Menariknya,
para pendengar Yesus --- mereka yang percaya dan musuh-musuhNya --- tidak
pernah memandang Dia hanya sebagai guru moral. Yesus menghasilkan tiga dampak
utama bagi orang yang bertemu denganNya: kebencian, ketakutan, atau penyembahan
(pemujaan). Dan sekarang, 2000 tahun kemudian, Yesus masih tetap pribadi yang
membelah dunia kita. Bukan moral, etika, atau warisanNya yang membakar gairah.
Pesan yang dibawa Yesus kepada dunia adalah Allah menciptakan kita dengan
tujuan dan tujuan itu ada pada AnakNya. Klaim Yesus Kristus memaksa kita untuk
memilih. Seperti dikatakan Lewis, kita tidak bisa mengkategorikan Yesus hanya
sebagai pemimpin besar agama atau guru moral yang baik. Mantan pengajar Oxford
dan skeptis menantang kita mengambil keputusan sendiri mengenai Yesus,
8. "Anda harus mengambil keputusan sendiri. Apa orang ini
adalah Anak Allah atau
orang gila atau yang lebih buruk lagi. Anda bisa menyebutNya
bodoh, anda
meludahiNya dan membunuhNya sebagai setan
atau anda bisa jatuh didepan kakiNya
dan memanggilNya Tuhan dan Allah. Tetapi
kita tidak bisa menyatakan hal yang
tidak masuk akal dengan menyebutnya
sebagai guru yang agung dan manusia. Dia
tidak menyediakan (pandangan itu) terbuka
untuk kita. Dia tidak menghendakinya. "[14] Dalam tulisan
"Kekristenan Biasa", Lewis menjelaskan kenapa dia menyimpulkan Yesus Kristus
persis sama dengan klaimNya. Dia secara hati-hati meneliti kehidupan dan
perkataan Yesus dan membawa penulis jenius ini membuang ateismenya dan jadi
orang Kristen yang sungguh-sungguh. Apakah Yesus Benar-Benar Bangkit Dari
Kematian? Pertanyaan terbesar masa kini adalah, "Siapa sebenarnya YesusKristus? Apakah dia hanya seorang luar biasa, atau dia ALLAH dalam daging,
seperti dipercayai oleh para muridNya Paulus, Johannes, dan yang lainnya.
(Lihat “Apakah Para Rasul Percaay Yesus adalah Allah?”) Para saksi mata, bagi
Yesus Kristus, berbicara dan bertindak sepertinya mereka percaya Dia bangkit
secara fisik dari kematian setelah penyalibannya. Jika mereka salah maka KeKristenan
didirikan diatas kebohongan. Tapi jika mereka benar, mujizat seperti itu secara
memperkuat semua yang Yesus katakan mengenai ALLAH, diriNya, dan kita. Tapi
apakah kita percaya pada kebangkitan Yesus hanya dengan iman saja, tapi apakah
ada bukti historis yang kuat? Beberapa ahli skeptis mulai meneliti catatan
historis untuk membuktikan bahwa catatan kebangkitan itu salah. Apa yang mereka
temukan? Klik disini untuk melihat bukti dari klaim fantastis yang pernah
dilakukan -- kebangkitan Yesus Kristus! Apa Yang Yesus Katakan Setelah Kita
Mati? Jika Yesus benar-benar bangkit dari kematian, maka Dia seharusnya tahu
ada apa setelah kematian itu. Apa yang Yesus katakan mengenai arti kehidupan
dan masa depan kita? Apakah ada banyak jalan ke ALLAH atau klaim hanya Yesus
satu-satunya jalan? Baca dan mulai menjawab "Kenapa Yesus?" Klik
disini untuk membaca "Kenapa Yesus?" dan temukan apa yang Yesus katakana
mengenai kehidupan setelah kematian. Bisakah Yesus Memberi Arti Pada Kehidupan?
"Kenapa Yesus?" meneliti pertanyaan Yesus relevan atau
tidak sekarang ini. Bisakah Yesus menjawab pertanyaan besar kehidupan,
"Siapa saya!?" "Kenapa saya di sini?" dan, "Kemana saya
pergi?" Penutupan gereja-gereja dan penyaliban telah menuntun sebagian
orang percaya Dia tidak bisa, dan Yesus telah meninggalkan kita untuk menghadapi
dunia yang tidak bisa dikontrol. Tapi Yesus telah membuat pernyataan mengenai
kehidupan dan tujuan kita ada 9 disini di dunia, yang perlu diteliti sebelum
kita menyebutnya sebagai tidak peduli atau tidak mampu. Artikel ini meneliti
misteri kenapa Yesus datang di dunia.
Klik disini untuk menemukan bagaimana Yesus bisa memberi arti
kehidupan.
ENDNOTES
1. Quoted in Robert Elsberg, ed., A
Critique of Ghandi on Christianity (New York: Orbis
Books, 1991), 26 & 27.
2. Joseph Klausner, Jesus of Nazareth (New
York: The Macmillan Co., 1946), 43, 44.
3. Will Durant, The Story of Philosophy
(New York: Washington Square, 1961), 428.
4. Linda Kulman and Jay Tolson, “The Jesus
Code,” U. S. News & World Report,
December 22, 2003, 1.
5. Ravi Zacharias, Jesus among Other Gods
(Nashville, TN: Word, 2000), 89.
6. Peter Kreeft and Ronald K. Tacelli,
Handbook of Christian Apologetics (Downers Grove,
IL: InterVarsity, 1994), 150.
7. John Piper, The Pleasures of God
(Sisters, OR: Multnomah, 2000), 35.
8. Bono, quoted in, Timothy Keller, The
Reason for God (New York: Penguin Group
Publishers, 2008), 229.
9. John 17:3.
10. John 14:9
11. John 8:58.
12. John 11:25
13. John 8:12
14. John 14:6
15. Ibid.
16. For the meaning of “ego eimi.” See, http://www.yjesus.com/jesus_believe_god_2.php
17. John 10:33
18. C. S. Lewis, Mere Christianity (San
Francisco: Harper, 2001), 51.
19. Lewis, Ibid.
20. A Deist is someone who believes in a
standoffish God—a deity who created the world and then lets it run according to
pre-established laws. Deism was a fad among
intellectuals around the time of America’s independence, and
Jefferson bought into it.
21. Lewis, 52.
22. J. I. Packer, Knowing God (Downers
Grove, IL: InterVarsity, 1993), 57.
23. Philip Schaff, The Person of Christ:
The Miracle of History (1913), 94, 95.
24. Lewis, 52.
25. Schaff, 98, 99.
26. Bono, Ibid.
27. Lewis, 52. Permission to reproduce
this article: Publisher grants permission to reproduce this material without
written approval, but only in its entirety and only for non-profit use. No part
of this material may be altered or used out of context without publisher’s
written permission. Printed copies of Y-Origins and Y-Jesus magazine may be
ordered at: www.JesusOnline.com/product_page
© 2007 B&L Publications. This article is a supplement to Y-Jesus magazine
by Bright Media Foundation & B&L Publications: Larry Chapman, Chief
Editor.
No comments:
Post a Comment